mEjug6nr23kA9Kx4RKoGjGkgW8m28l6BS70Jo2uW
Bookmark

Good Corporate Governance Komite Audit

A.    Pengertian Komite Audit

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IKAI) mendefinisikan komite audit sebagai berikut :
Komite audit adalah suatu komite yang berkerja secara professional dan independen yang dibentuk oleh dewan kisaris dan dengan dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat tugas dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan manajemen risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance diperusahaan perusahaan. 

Dalam lampiran surat keputusan dewan direksi PT Bursa Efek Jakarta No Kep-315/BEJ/06/200 Poin 2f disebutkan bahwa : “komite audit adalah komite yang dibentukoleh dewan komisaris perusahaan tercatat yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris perusahaan tercatat  untuk membantu dewan komisaris perusahaan tercatat melakukan pemerikasaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan tercatat (BEJ 2000).


B.     Studi Perbandingan Komite Audit

1.      Komite audit di Amerika  Serikat

Salah satu peraturan yang mewajibkan dibentuknya komite audit di Amerika Serikat adalah Accounting series release (ASR)  No. 19/1940 yang diterbitkan oleh securities Exchange Commision (SEC).  ketentuan tersebut menganjurkan agar perusahaan yang telah tedaftar dipasar modal  (go public) memiliki komite audit yang beranggotakan pihak independen diluar perusahaan.

Studi Korn and Ferry International (1989) menemukan bahwa ternyata 98% dari perusaaah Amerika Serikat yang disrvei telah memiliki komite audit.  Di Amerika eksistensi komite audit selain membawa dampak internal jugamembawa eksternal bagi perusahaan .   Harga saham perusahaan yang telah memiliki komite audit cenderung lebih tinggi karena lebih diminati oleh para investor.

Tujuan pembentukan komite audit pada umunya dalah untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme akuntansi auditing, serta sistem pengendalian lainnya sehingga unsur-unsur pengendalian tersebut tetap optimal dalam sistemekonomi pasar.

2.      Komite Audit di Inggris

Inggris merupakan Negara yang memelopori/pelopor dalam hal pembentukan kmite audit karena komite audit sudah ada sejak pertengahan abad ke-19.  Para anggotanya dipilih dari para pemegang saham (shareholder)  dipandang memiliki keahlian atau kompetensi dibidang akuntansi dan auditing . komite audit tersebut dibentuk untuk bhertindaksebagai mediator antara pemegang saham, manajemen dan pihak eksternal perusahaan.

Tahun 1982 kelompok The promotion of Non-Executive Directors (pro-ned) telah memperbaiki kode praktik  (code of practice) pada tahun 1987, kelompok tersebut merekomendasikan agar perusahaan-perusahaan public memiliki komite audit yang terdiri dari Direktur non eksekutif yang bertugas untuk memberikan konsultasi sehubungan dengan masalah penting mengenai audit dan pengendalian.

3.      Komite Audit di Kanada

Di Kanada komite audit pertama kali diperkenalkanleh pemerintah pada tahun 1965 melalui undang-undang perseroan Terbatas Kanada (Canada Business Corporation Act) yang kemudian diamademen pada tahun 1975.  Undang-undang tersebut telah diberlakukan dinegara-negara bagian ntario dan Britsh Columbia.  Menurut undang-undang ini semua perusahaan public harus memiliki komite audit yang menelaah laporan keuangan tahunan sebelum disampaikann kepada dewan komisaris.

4.      Komite Audit di Indonesia

Keberadaan Komite Audit di Indonesia dimulai sejak tahun 2001 untuk perusahaan terbuka di Indonesia melalui Surat Edaran Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) No: SE-03/PM/2000 yang berisi himbauan perlunya Komite Audit dimiliki oleh setiap Emiten dan Surat Direksi BEJ (Bursa Efek Jakarta) No: Kep. 339/BEJ/07-2001 mengenai kewajiban perusahaan tercatat untuk memiliki Komite Audit serta jumlah keanggotaan dari komite itu sendiri. Pada tahun 2003, keberadaan Komite Audit untuk BUMN terdapat dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 yang berisi bahwa dalam membantu Komisaris/Dewan Pengawas, Komite Audit bertugas :
  • Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern maupun Auditor Eksternal sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar;
  • Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen perusahaan serta pelaksanaannya;
  • Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala, proyeksi/forecast dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan kepada pemegang saham;
  • Mengindentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris/Dewan Pengawas;
  • Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan Pengawas sepanjang masih dalam lingkup tugas dan kewajiban Komisaris/Dewan Pengawas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Perkembangan praktik komite audit di Indoensia dapat dibedakan menjadi 3 sesuai dengan jenis atau karakteristik perusahaan yang ada seperti perbankan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan publik.

a.       Komite Audit Perbankan

Komite audit perbankan dapat dipandang sebagai wujud mekanisme pengendalian yang diaharapkan dapat mengoptimalkan fungsi pengendalian.  Tetapi menurut para pengamat ekonomi atau perbankan, pada praktiknya sebagian besar komite audit perbankan ternyata tidak berjalan efektif.  Hal ini dapat ditunjukandengan banyaknya Bank yang dilikuidasi karena pailit sehingga usahanya terpaksa harus dibekukan.  Salah satu penyebab timbulnya kebangkrutan tersebut adalah belum diterapkannya good corporate governance serta kinerja komite audit perbankan yang belumefektif.

Bank Indonesia pada akhirnya mengeluarkan peraturan Bank Indonesia  (PBI) No.8/14/pbi/2006 tentang pelaksanaan  good corporate governance bagi bank-bank umum.  Pasal 12 ayat (1) dari peraturan tersebut menyebutkan bahwa dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabny, dewan komisaris wajib membentuk paling tidak komite audit, pemantau risiko serta komite remunerasi dan nominasi.  Sementar pasal 38 dari peraturan tersebut menyebutkan bahwa struktur keanggotaan komite audit setidaknya terdiri atas :
  1. Seorang komisaris independen (yang sekaligus menjabat sebagai ketua)
  2. Seseorang yang berasal dari pihak independen dan memilik keahliandibidang keuangan atau akuntansi
  3. Seseorang yang berasal dari pihak independen dan memiliki keahlian dibidang hukum atau perbankan.


Jumlah komisaris independen dan pihak independen menjadi anggota komite audit paling tidak merupakan 51% dari jumlah anggota komite audit.  Anggota audit wajib memiliki integritas akhlak dan moral yang baik.


b.      Komite Audit di Bandan Usaha Milik Negara

Komite audit diperusahaan BUMN diatur dalam undang-undang No 19 tahun 2003 tanggal 19 Juni 2003.  Pasal 70 UU tersebut menyebutkan bahwa dewan komisaris dan pengawas BUMN wajib membentuk Komite audit yang berkerja secara kolektif dan berfungsi untuk membantu komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya.  Komite audit dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada dewan komisaris atau pengawas.

Pasal 14 ayat 1 dalam Keputusan menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 mengenai penerapan praktik good corporate governance pada BUMN menyebutkan bahwa komisaris atau dewan pengawas BUMN yang harus membentuk komite audit mencakup:
  1. BUMN yang mempunyai kegiatan usaha dibidang asuransi dan jasa keuanga lainnya.
  2. BUMN yang menjadi perusahaan Terbuka
  3. BUMN yang berada dalam persiapan Privatisasi.
  4. BUMN yang asetnya bernilai paling tidak Rp.1.000.000.000.000.


Untuk BUMN selain yang dimagsudkan dalam ayat 1 tersebut , komisaris atau dewan pengawasnya juga dapat membentuk komite audityang berkerja secara kolektif dan berfungsi membantu mereka dalam melaksanakan tugasnya.

Komite audit di Perusahaan BUMN yang sudah menjadi perusahaan terbuka diatur dengan keputusan Menteri BUMN No. Kep103/MBU/2002 Tanggal 4 Juni 2002 tentang pembentukan komite auidit bagi BUMN.  Keputusan tersebut merupakan revisi dari Keputusan Menteri Negara BUMN No. Kep-113/M-PBUMN/1999 tanggal 8 Maret 1999 yang mengatur mengenai hal yang sama.
Pasal 3 ayat 1 dalam keputusan tersebut menyatakan bahwa tugas komite audit memilik 5 tugas yaitu:
  1. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh satuan pengawas Internal (SPI) maupun Auditor Eksternal sehingga pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standard dapat dicegah.
  2. Memberikan rekomendassi mengenani penyempurnaan sistem pengendalian manajemen perusahaan serta pelaksanaannya.
  3. Memastikan bahwa telah terdapat prosedur penelaahan yang memuaskan terhadap informasi yang dikeluarkan oleh BUMN kepada pemegang saham,termasuk brosur, laporan keuangan berkala, proyeksi atau ramalan dan informasi keuangan lainnya.
  4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris atau dewan pengawas.
  5. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh komisaris atau dewan pengawas sepanjang masih berada dalam lingkup tugas dan kewajiban komisaris atau dewan komisaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


c.       Komite audit di perusahaan Publik

Surat edaran dari direksi PT Bursa Efek Jakarta No. SE-008/BEJ/12-2001 tanggfal 7 Desember 2001 perihal keanggotaan komite audit disebutkan bahwa :
  1. Komite audit sekurang-kurangnya terdir dari 3 orang termasuk ketua komite audit.
  2. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris maksimum hanya 1 orang.  Anggota komite audit berasal dari komisaris tersebut harus merupakan komisaris independen perusahaan tercatat yang sekaligus menjabat sebagai ketua  komite audit.
  3. Anggota komite audit lainnhya berasal dari pihak eksternal yang independen.


Menurut Effendi (2009), keberadaan komite audit diperusahaan public saaat ini masih sekedar untuk memenuhi ketentuan pihak regulator (pemerintah) saja.  Hal ini ditunjukan dengan penunjukan komite audit diperusahaan public yang sebagian besar bukan berdasarkan atas kompetensi dan kapabilitas yang memadai, namun berdasrkan pada kedekatan dengan dewan kmisaris perusahaan.


C.    Prinsip-prinsip GCG di Komite Audit

1.      Prinsip Independensi

Komite audit diharapkan dapat bersikap independen terhadap kepentingan pemegang saham mayoritas maupun minoritas, selain itu komite audit seharusnya tidak memiliki hubungan bisnis apapun dengan perusahaan maupun hubungan kekeluargaan dengan anggota direksi dan komisaris perusahaan.

2.      Prinsip Transparasi

Prinsip ini ditunjukan melalui piagam komite audit  (audit committee charter ), programm kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodic yang didokumentasikan dalam notulen rapat.

Komite audit hendaknya membuat laporan secara berkala kepada komisaris tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud pengungkapan.

3.      Prinsip Akuntabilitas

Fungsi ini ditunjukan dengan frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota komite audit, selainn intu komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi dan pengalamn dibidang audit serta proses bisnis perusahaan agar dapat berkerja secara professional.

4.      Prinsip Pertanggung Jawaban

Prinsip ini ditunjukan denga aktivitas komite audit yang dijalankan dengan ketentuan dan kativitas yang berlaku.  Selain itu, kinerja komisaris audit hendaknya dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada public, selain kepada dewan komisaris.

5.      Prinsip kewajaran

Prinsip ini ditunjukan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan yang didasarkan atas sikap adil  (fair) dan objektif terhdap semua pihak.


D.    Efektivitas Kinerja Komite Audit

Meskipun komite audit pada saat ini telah diberlakukan keberadaanya dihampir semua perusahaan di Negara maju, terutama di Amerika Serikat, Inggris dan Kanada sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai tolak ukur dari keberhasilan atau efektivitas komite audit.

Menurut Sommer, banyak komite audit yang hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, seperti penelaahan laporan dan seleksi auditor eksternal.  Mereka tidak mempertanyakan secara kritis maupun menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelakasanaan tanggung jawab oleh manajemen.  Penyebabnya diduga buka saja kerena banyak dari anggota komite audit yang tidak memiliki kompetensi dan independensi yang memadai, melainkan juga karena banyak dari mereka yang belum memahami peran utamanya.

Komite audit dapat melakukan sinergi dengan audit internal untuk lebih mengkatkansistem pengendalian internal perusahaan, apabila terdapat dugaan penyimpangan atau kecurangan (fraud) diperusahaan yang melibatkan direksi , maka komisaris dapat menugaskan komite audit untuk melakukan audit khusus (fraud audit). Dalam hal ini komite audit dapat meminta bantuan pihak eksternal untuk melakukan audit Investigatif atau audit forensic guna mengungkap terjadinya praktik kecurangan yang signifikan diperusahaan.


E.     Komunikasi Audit

Komite audit hendaknya dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan komisaris, direksi. Maupun auditor internal dan eksternal.

Salah satu fungsi komite audit adalah menjembatani antara pemegang saham dan dewan komisarisdengan kegiatan pengendalian yang diselenggarakan oleh manajemen serta auditor internal atau eksternal.

Pada saat ini, komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak belum terjalin dengan erat dan belum berjalan sebagai mana mestinya.  Komunikasi yang lancer antara komite audit dengan pihak yang berkepentingan akan menghasilkan peningkatan kinerja perusahaan terutama untuk aspek pengendalian.  Berikut akan dijelaskan mengenai komunikasi kmite audit dengan berbagai pihak yang berkepntingan :

1.      Komunikasi Komite Audit dengan Dewan Komisaris

Dalam rapat internal yang diselnggarakan secara rutin, komite audit melaporkan hasil tugas yang dibebankan oleh komisaris dalam bentuk laporan berkala.

2.      Komunikasi Komite Audit dengan Manajemen

Komunikasi komite audit dengan manajemen memegang peranan yang cukup penting dalam rangka meningkatkan pengendalian perusahaan.

Menurut institute of Internal Audit Research Foundatin, dalam rangka melaksanakan tanggung jawabnya, komite audit memerlukan interaksi yang signifikan dan efektif dengan manajemen.

3.      Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Internal

Komunikasi antar auditor Internal dengan komite audit diatr dalam pernayataan standard auditing (statement on auditing Standard-SAS) No. 61.  Dalam standard tersebut disebutkan ada 8 hal yang perlu dikomunikasikan oleh auditor internal dengan komite audit yaitu :
  1. Pertanggung jawaban atas struktur kendali Internal dan bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan material;
  2. Seleksi kebijakan akuntansi;
  3. Estimasi akuntansi;
  4. Dampak penyesuaian dari hasil audit;
  5. Pertanggungjawaban data nonkeuangan yang disepakati bersama
  6. Ketidak sepakatan antara manajemen dan auditor internal;
  7. Pemilihan diskusi auditor eksternal;
  8. Masalah prose akuntansi seperti keterlambatan penyampaian laporan atau batas waktu laporan yang tidak masuk akal.


4.      Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Eksternal

Standar Auditing No. 380 mengatur mengenai  komunikasi antara akuntan public  (auditor eksternal) dengan komite audit.  Komunikasi dengan auditor eksternal dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan,  masalah yang dapat dikomunikasikan antara lain :
  1. Tanggung jawab auditor berdasarkan standard auditing yang telah ditetapkan oleh IAI
  2. Kebijakan akuntansi signifikan
  3. Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi
  4. Penyesuaian audit yang signifikan
  5. Informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan
  6. Ketidaksepakatan dengan manajemen
  7. Konsultasi dengan akuntan lain
  8. Masalah besar yang dibicarakan dengan manajemen sebelum mengambil keputusan untuk memepertahankan auditor
  9. Kesulitan yang dijumpai dalam pelaksanaan audit


Sumber Materi Tugas Kuliah corporate Governance



Post a Comment

Post a Comment