mEjug6nr23kA9Kx4RKoGjGkgW8m28l6BS70Jo2uW
Bookmark

Pengertian dan Jenis-jenis Fraud Diamond

Campuranpedia.com - Fraud diamond merupakan suatu bentuk penyempurnaan dari teori fraud triangle oleh Cressey (1953). Elemen-elemen dari fraud diamond sebenarnya sama dengan elemen-elemen yang terdapat dalam fraud triangle tetapi pada fraud diamond ditambahkan elemen capability sebagai penyempurnanya. Capability sebagai elemen pembaharuan dari fraud triangle yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson mampu mencegah terjadinya fraud. Wolfe dan Hermanson (2004) berpendapat bahwa:

“Many Frauds, especially some of the multibillion-dollar ones, would not have occurred without the right person with the right capabilities inplace. Opportunity opens the doorway to Fraud, and incentive and Rationalization can draw the person toward it. But the person must have the Capability to recognize the open doorway as an Opportunity and to take advantage of it by walking through, not just once, but time and timeagain. Accordingly, the critical question is; Who could turn an Opportunity for Fraud into reality?"
Artinya adalah “Banyak kecurangan-kecurangan yang khususnya bernominal milyaran dolar mungkin tidak akan terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan kapabilitas tertentu yang ada dalam perusahaan. Peluang membuka pintu masuk untuk kecurangan dan tekanan dan rasionalisasi yang mendorong seseorang untuk melakukan hal tersebut. Tetapi seseorang tersebut harus memiliki kapabilitas untuk mengenali pintu yang terbuka sebagai peluang dan mengambil keuntungan apa yang dijalaninya bukan hanya sekali tetapi berkali-kali. Berdasarkan hal tersebut pertanyan kritik yang diajukan adalah siapa yang bisa mengubah peluang untuk kecurangan menjadi kenyataan?”.

Elemen-elemen fraud diamond sebagai berikut:
1)      Pressure
Menurut Albrecht et al. (2011), Pressure dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu:

a)      Tekanan Finansial (Financial Pressures)
Hampir 95% fraud dilakukan karean adanya tekanan dari segi finansial. Tekanan finansial yang sering diselesaikan dengan mencuri (fraud) dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

  1. Keserakahan (greedy)
  2. Standar hidup yang terlalu tinggi (living beyond one’s means)
  3. Banyaknya tagihan dan utang (high bills or personal debt)
  4. Kredit yang hampir jatuh tempo (poor credit)
  5. Kebutuhan hidup yang tidak terduga (unexpected financial needs)
  6. Tekanan akan kebiasaan buruk (Vices Pressures) 


Vices Pressures disebabkan oleh dorongan untuk memenuhi kebiasaan yang buruk, misalnya berhubungan dengan: judi, obat-obat terlarang, alkohol, dan barang-barang mahal yang sifatnya negatif. Sebagai contoh, seseorang yang suka berjudi akan terdorong untuk melakukan apapun untuk memperoleh uang sebagai taruhan (gambling).


c)      Tekanan yang Berhubungan dengan Pekerjaan (Work-Related Pressures) 
Tidak adanya kepuasan kerja yang diperoleh karyawan, misalnya kurangnya perhatian dari manajemen, adanya ketidakadilan, dan sebagainya, dapat membuat karyawan harus melakukan fraud untuk memperoleh imbalan atas kerja kerasnya.


2)      Opportunity
Fraud dapat dilakukan apabila terdapat peluang untuk melakukannya. Peluang itu dapat diambil apabila fraud yang dilakukannya berisiko kecil untuk diketahui dan dideteksi. Menurut Albrecht et al. (2011) ada enam faktor yang dapat meningkatkan peluang bagi individu untuk melakukan fraud, sebagai berikut:

  • Kurangnya kontrol untuk mencegah dan atau mendeteksi fraud.
  • Ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja
  • Kegagalan untuk mendisiplinkan para pelaku fraud
  • Kurangnya pengawasan terhadap akses informasi
  • Ketidakpedulian dan ketidakmampuan untuk mengantisipasi fraud
  • Kurangnya jejak audit (audit trail)   



3)      Rationalization
Hampir semua fraud dilatarbelakangi oleh rationalization. Rasionalisasi membuat seseorang yang awalnya tidak ingin melakukan fraud pada akhirnya melakukannya. Dalam Tuanakotta (2010) rasionalisasi mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran merupakan bagian yang harus ada dari kejahatan itu sendiri, bahkan merupakan bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan. Rationalization diperlukan agar si pelaku dapat mencerna prilakunya yang melawan hukum untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya. Setelah kejahatan dilakukan rationalization ini ditinggalkan., karena tidak diperlukan lagi . Pertama kali manusia manusia akan berbuat kejahatan atau pelanggaran ada perasaan tidak enak, tetapi ketika mengulanginya perbuatan itu menjadi mudah dan selanjutnya menjadi biasa. Albrecht et al. (2011) mengemukakan bahwa rasionalisasi yang sering terjadi ketika melakukan fraud sebagai berikut:

  • Aset itu sebenarnya milik saya (perpetrator’s fraud)
  • Saya hanya meminjam dan akan membayarnya kembali
  • Tidak ada pihak yang dirugikan
  • Ini dilakukan untuk sesuatu yang mendesak
  • Kami akan memperbaiki pembukuan setelah masalah keuangan ini selesai
  • Saya rela mengorbankan reputasi dan integritas saya asal hal itu dapat meningkatkan standar hidup saya



4)      Capability
Wolfe dan Hermanson (2004) menyatakan bahwa posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan untuk kecurangan tidak tersedia untuk orang lain. Dalam penelitian Nursani dan Irianto (2014), Wolfe dan Hermanson (2004) menjelaskan sifat-sifat terkait elemen kemampuan (capability) yang sangat penting dalam pribadi pelaku kecurangan yaitu:


  1. Positioning : Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan untuk penipuan. Seseorang dalam posisi otoritas memiliki pengaruh lebih besar atas situasi terentu atau lingkungan.
  2. Intelligence and creativity : Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk keuntungan terbesar.
  3. Convidence / Ego : Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar dia tidak akan terdeteksi. Tipe kepribadian umum termasuk seseorang yang didorong untuk berhasil disemua biaya, egois, percaya diri, dan sering mencintai diri sendiri (narsisme). Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, gangguan kepribadian narsisme meliputi kebutuhan untuk dikagumi dan kurangnya empati untuk orang lain. Individu dengan gangguan ini dipercaya bahwa mereka lebih unggul dan cenderung ingin memperlihatkan prestasi dan kemampuan mereka.
  4. Coercion : Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan atau menyembunyikan penipuan. Seorang individu dengan kepribadian yang persuasif dapat lebih berhasil meyakinkan orang lain untuk pergi bersama dengan penipuan atau melihat ke arah lain.
  5. Deceit : Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan yang efektif dan konsisten. Untuk menghindari deteksi individu harus mampu berbohong meyakinkan dan harus melacak cerita secara keseluruhan.
  6. Stress : Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan tindakan kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat bisa menimbulkan stres.

Wolfe dan Hermanson (2004) juga menyatakan bahwa posisi CEO, direksi, maupun kepala divisi lainnya merupakan faktor penentu terjadinya kecurangan, dengan mengandalkan posisinya yang dapat memengaruhi orang lain dan dengan kemampuannya memanfaatkan keadaan yang dapat memperlancar tindakan kecurangannya. Kemampuan untuk melakukan kecurangan akan kuat dan lebih baik jika yang melakukan kecurangan tersebut adalah CEO dalam suatu perusahaan, karena CEO merupakan seseorang yang memiliki posisi tertinggi dalam jajaran kepengurusan suatu perusahaan.
0

Post a Comment