mEjug6nr23kA9Kx4RKoGjGkgW8m28l6BS70Jo2uW
Bookmark

Ketentuan Objek Pajak dan PPh Final

Campuranpedia.com - Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.


 
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Namun demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan Pasal lain yaitu Pasal 15, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh.
Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). Namun atas pelunasan pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan merupakan kredit pajak pada SPT Tahunan.
Dari penjelasan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah sebagai berikut:
  1. Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
  2. Jumlah PPh Final yang telah dipotong pihak lain ataupun dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan pada SPT Tahunan.
  3. Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan

Pertimbangan penerapan PPh Final:
  1. Penyederhanaan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha
  2. Memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak.

Perbedaan Pajak Penghasilan yang bersifat Final dan Tidak Final

Pajak Penghasilan Tidak Final Pajak Penghasilan Final
  • Pajak Penghasilan dihitung dari Penghasilan netto yaitu penghasilan bruto ± biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan Pajak Penghasilan dihitung dari penghasilan bruto tanpa memperhitungkan biaya-biaya untuk memperoleh, managih dan memelihara penghasilan
  • Dikenakan tarif umum progressif (Pasal 17 UU PPh) Dikenakan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah atau KepMen.
  • Jumlah PPh yang dipotong pihak lain atau dibayar sendiri dapat dikreditkan pada SPT Tahunan 
  • Biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto biaya-biaya untuk memperoleh, menagih dan memelihara penghasilan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto 5 Dalam keadaan rugi Wajib Pajak tidak membayar Pajak Penghasilan bahkan kerugian tersebut dapat dikompensasikan hingga ke 5 (lima) tahun pajak berikutnya.

Dalam keadaan rugi Wajib Pajak tetap membayar Pajak Penghasilan karena pengenaan pajak dikenakan pada penghasilan bruto dan bukan penghasilan netto.
PPh Final adalah PPh final adalah jenis pajak yang kurang tepat untuk PPh penghasilan..
Contoh PPh final adalah jasa Persewaan Ruangan.  Sebagai contoh anda melakukan sewa atas gedung senilai 100.000.000 maka nilai sewa tersebut akan dikenakan PPh final.

Ada PPh final yang dikenakan langsung ke Net Income contohnya adalah penghasilan dari bunga tabungan atau deposito, Pengahasilan atas surat utang atau Obligasi, sisa hasil usaha Koperasi.

Dalam bahasan kali ini PPh final yang akan dibahas PPh final secara umum sesuai dengan UU KUP Pasal 28.

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh wajib pajak berasal dari Indonesia maupun diluar Indonesia dapat dipakai untuk konsumsi/menambah kekayaan wajib Pajak/ (World wide Income)
Theritorial Income adalah Pajak yang dikenakan dari penghasilan yang diterima hanya disuatu daerah saja/wilayah teritorial saja. Penghasilan  dikenakan tarif umum pasa 17, PPh bersifat Final dan di kecualikan dari obbjek pajak.
  • Bukan Objek Pajak Terdapat dalam UU PPh pasal 4 ayat 3  adalah
    • Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan  harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang  ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; 
    • Harta hibah, warisan 
    • Setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti sahamatau sebagai pengganti penyertaan modal (bagi Investi) sesuai dengan Pasal 4 ayat 3 huruf c.  
    • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan (Beras, Rumah dinas, mobil dinas dan lain-lain)
      • Pembelian Natura/Kenikmatan yang bisa di akui sebagai biaya
      • Makan dan minuman ditempat kegiatan usaha
      • Peralatan kerja yang diharuskan
      • Pemberian Benefit in Kind didaerah terperncil dengan ketentuan
        • Wajib pajak pemberi adalah wajib pajak yang PPh nya dikenakan final, contoh Perusahan persewaan Ruangan
        • Wajib Pajak Pemberi adalah wajib pajak yang PPh nya dikenakan dengan perkiraan penghasilan neto. Contoh Perusahaan Penerbangan dan Pelayanan Luar Negeri.
    • Pembayaran perusahaan asuransi Kepada objek pajak asuaransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuran beasiswa.
    • Dividen/bagian laba yang diterima oleh/diperoleh Perusahaan sebagai wajib pajak dalam negeri, Koperasi BUMN atau BUMG dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat berkedudukan di Indoneisa dengan syarat
      • Dari Return Earning
      • PT/BUMN/BUMD, Kepemilikian kurang dari 25%
    • Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
    • Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 
    • Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 
    • dihapus; 
    • Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 
    • Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 
    • Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
    • Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 
    • Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

0

Post a Comment